Senin, 02 September 2013

Kedudukan Orang Berilmu


MAKALAH
AIK III
Kedudukan Orang Berilmu















Oleh :

Yanuari Maesa Damayanti (11-622-101)



FAKULTAS TEKNIK PRODI INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2013

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT pencipta alam semesta yang menjadikan bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap apa yang ada dibumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Tidak lupa sholawat serta salam kami curahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman. Dan sungguh berkat limpahan rahmat -Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini demi memenuhi tugas mata kuliah Al-islam Dan Kemuhammadiyaan III.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja saya yang akan mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Gresik,     Mei 2013

Penyusun








BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
            Ilmu ditafsirkan dengan sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang maka menjadi jelaslah apa yang terlintas didalam pengertiannya.Untuk memperoleh keberhasilan di dalam mencapai sesuatu diperlukan ilmu. Ingin sukses dunia ada ilmunya, ingin sukses akhirat juga ada ilmunya. Allah SWT. mengangkat orang-orang yang berilmu beberapa derajat dan juga memudahkan jalan bagi mereka ke surga. Keutamaan manusia sebagai makhluk salah satunya adalah karena manusia mempunyai akal pikiran. Itulah bekal yang diberikan Allah SWT. kepada manusia untuk mengemban tugas besar sebagai khalifah di bumi, yang paling minim adalah bisa memimpin diri sendiri. Itu tidak mudah, perang besar, bahkan mengendalikan hawa nafsu kita adalah termasuk jihad. Nah, akal pikiran ini harus dimanfaatkan dengan baik dan diasah, yaitu dengan ilmu. Allah SWT. pernah menyerupakan orang yang tidak mengerti seperti binatang ternak, bahkan orang yang tidak menggunakan akal pikirannya derajatnya dapat lebih rendah daripada setan.
Ilmu membuat kita yakin dan mempunyai dasar yang kuat, sehingga tidak menjadi orang yang hanya ikut-ikutan. Pelajarilah suatu ilmu atau ajarkanlah suatu ilmu, agar kita tidak celaka. Waktu terus berputar, jika kita tidak menambah ilmu kita (up to date) maka kita akan celaka. Ilmu itu harus diamalkan, tentunya, pilih ilmu yang bermanfaat saja. Ilmu yang tidak diamalkan dapat hilang/terlupa, tidak ada manfaatnya bagi kita/oran lain, sebaliknya ilmu yang diamalkan akan kita ingat dan bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Selain itu, ilmu yang bermanfaat dapat menjadi pahala yang tidak terputus bagi orang yang mengerjakan ilmu tersebut walaupun orang itu sudah meninggal. Ditambah lagi jika ilmu yang diajarkan itu baik dan diikuti oleh orang lain, maka ganjaran orang yang mengajar ilmu tersebut akan berlipat ganda.
Ilmu itu tidak hanya teori. Tidak dikatakan alim jika orang itu tahu tetapi tidak mengamalkan. Bahkan orang yang hanya menasehatkan kebenaran tetapi tidak mengamalkannya, di akhirat akan diazab seperti himar yang berputar-putar pada penggilingan, dan ususnya terburai. Hukuman diberlakukan setelah orang mengetahui ilmunya, namun bukan berarti kita tidak perlu menuntut ilmu saja agar tidak mendapat hukuman. Keliru, justru Allah SWT. memberikan otak yang mempunyai kemampuan yang luar biasa kepada manusia adalah untuk diaplikasikan. Allah SWT. menciptakan segala yang ada di bumi untuk manusia, tetapi manusialah yang bertanggungjawab untuk mengolah apa-apa yang ada di bumi untuk keperluannya/kehidupannya, bukan malah merusak/membiarkannya. Dan yang terpenting, Allah SWT. menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Itu pun ada ilmunya.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kedudukan orang yang berilmu.
2.Apa saja ilmu-ilmu yang boleh di pelajari dan tidak boleh dipelajari.
3.Bagaimana cara mengamalkan ilmu dan apa keutamaan menuntut ilmu.

C.TUJUAN PENULISAN
1.Untuk mengetahui bagaimana kedudukan orang yang berilmu.
2.Untuk mengetahui apa saja manfaat orang yang berilmu
3. Bagaimana cara menuntut ilmu yang baik menurut islam.

D.MANFAAT PENULISAN
1.Agar pembaca mampu mengetahui bagaimana cara memperoleh ilmu yang baik dan benar.
2.Agar kita mampu mengamalkan ilmu yang kita miliki dan tidak menyianyiakannya.
3.Kita bisa mengetahui bagaimana cara menuntut ilmu yang baik dan tidak menyalah gunakannya.










BAB II
PEMBAHASAN

KEDUDUKAN ORANG YANG BERILMU
Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan seorang hamba menuju Rabb-nya. Tidaklah mungkin syari’at Islam ditegakkan dan penghambaan seseorang kepada Rābb-nya –dimana untuk tujuan inilah seorang hamba tercipta di dunia- terwujud kecuali dengan ilmu. 
Maka ilmuilah (ketahuilah) bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh, dan mohon ampunlah kepada-Nya dari dosamu serta untuk kaum mukminin dan mukminat” (QS. Muhammad : 19)
Maka di dalam ayat yang mulia ini, Allāh memulainya dengan ilmu terlebih dahulu sebelum menyebutkan sebuah kalimat yang menjadi kunci surga, yakni kalimat tauhid laa ilaaha illallāh.
Cukuplah sebuah ayat di dalam Al Qur’an yang menegaskan keutamaan orang-orang yang berilmu ketika Allāh Ta’ala menyertakan persaksian orang yang berilmu dengan persaksian-Nya pada sebuah perkara yang paling agung, yakni persaksian akan keesaan Allāh Tabaarāka wa Ta’ala.
Allāh bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia, begitu juga para malaikat dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan juga bersaksi demikian. Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ali ‘Imrān : 18)
Adapun hadits Nabi shāllallāhu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan keutaaman ilmu dan orang yang berilmu adalah sangat banyak. Cukuplah sebuah hadits yang agung dari shāhabat Abu Darda’ rādhiyallāhu ‘anhu yang akan dibawakan, dimana Nabi ‘alaihis shālatu was salaam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلتمسُ فِيهِ عِلْمًا سَهّلََ اللهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بما يصنع، وَإِنَّ العالم لَيَسْتَغْفِرُ له مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَ مَنْ فِي الْأَرْضِ، حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ، وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ ليلة البدر عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، و إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، فإن الْأَنْبِيَاء لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَه، أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allāh akan memudahkan baginya jalan menuju surga.
Sesungguhnya para malaikat menaungi penuntut ilmu dengan sayap-sayap mereka karena ridhā terhadap apa yang mereka lakukan.
Sesungguhnya orang-orang yang berilmu akan dido’akan ampunan oleh para penghuni langit dan bumi, sampai ikan yang ada di air sekalipun.
Keutamaan orang yang berilmu dibanding orang yang rajin ibadah adalah sebagaimana keutamaan bulan ketika purnama dibandingkan seluruh bintang di langit.
Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya. Dinilai hasan lighāirihi oleh Syaikh Al Albani)
Ilmu dan Amal Adalah Tujuan Diciptakannya Manusia
                Sesungguhnya Rābb kita, Allāh Jalla wa ‘Alaa menciptakan manusia untuk ilmu dan amal, yakni agar manusia mengenal Allāh (ilmu) dan beribadah kepada-Nya semata (amal).
Allāh yang menciptakan tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Perintah Allāh berlaku padanya agar kalian mengetahui bahwasanya Allāh Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan ilmu Allāh meliputi segala sesuatu” (QS. Ath Thālaq : 12)
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat : 56)
Maka ilmu dan amal (ibadah) adalah tujuan penciptaan makhluk. Dan sebuah ibadah haruslah dikerjakan atas dasar ilmu yang bermanfaat, yang mendekatkan seorang hamba kepada Rābb-nya. Barangsiapa yang berilmu kemudian mengamalkan ilmunya, berarti dia telah mewujudkan tujuan penciptaan dirinya.
Dimurkai Karena Tidak Beramal dan Sesat Karena Tidak Berilmu
            Ya Allāh, tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Yakni jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang yang sesat” (QS. Al Fatihah : 6-7)
Di dalam ayat terakhir surat Al Fatihah tersebut, Allāh Ta’ala menyebutkan 3 golongan :
  • Golongan yang diberikan nikmat, mereka inilah orang-orang yang berilmu kemudian mengamalkannya
  • Golongan yang dimurkai, mereka adalah yahudi, berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya
  • Golongan yang sesat, mereka adalah nasrani, beramal tanpa dasar ilmu
Sufyan bin ‘Uyainah rāhimahullāh berkata
Orang yang rusak dari kalangan ulama kita, maka padanya ada kemiripan dengan yahudi. Dan orang yang rusak dari ahli ibadah kita, maka padanya ada kemiripan dengan nasrani”
Karena yahudi adalah orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkannya. Sedangkan nasrani adalah orang yang beramal tanpa landasan ilmu.
Bersambung dengan pembahasan ancaman keras bagi orang yang tidak mengamalkan ilmunya, insya Allah…
Ya Allāh, ajarilah kami segala yang bermanfaat bagi diri kami. Dan berikanlah manfaat kepada kami dari apa yang telah Engkau ajarkan. Dan tambahkanlah ilmu kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Dekat.
Ibnu Abbas pernah berkata:"Di antara darjat-darjat yang paling hampir dengan darjat kenabian ialah darjat orang-orang yang beriman dan darjat orang yang berilmu. Darjat di antara orang yang beriman dengan orang yang berilmu itu bezanya 700 darjat lebih tinggi darjat orang yang berilmu. Setiap darjat itu pula bezanya ialah 500 tahun perjalanan".
Huraian Ibnu Ad-Daudi:
Sesungguhnya kita tidak mampu untuk mencapai darjat kenabian kerana jawatan seorang nabi itu bukan boleh diisi sewenang-wenangnya oleh manusia. Nabi itu adalah utusan pilihan Allah swt untuk memimpin manusia ke jalan yang lurus lagi benar. Yang membawa manusia mengenali Tuhan pencipta langit dan bumi serta segal isinya. Ada pun jawatan seorang nabi itu tidak lagi boleh diisi setelah datangnya Rasulullah saw yang bernama Muhammad, kerana beliau merupakan utusan yang terakhir yang membawa kebenaran Agama dan memansuhkan mana-mana agama yang ada di dunia ini.
Oleh kerana jawatan seorang nabi itu tidak lagi boleh diisi oleh ummat manusia yang lain maka marilah kita berusaha untuk menjadikan kedudukan diri kita dekat dan paling hampir dengan kedudukan darjat para nabi-nabi Allah swt. Kedudukan yang paling hampir dengan darjat para nabi ialah hendaklah kita menjadi orang yang beriman kepada Allah swt dengan sebenar-benarnya kerana darjat orang yang beriman sangat dekat dengan Allah swt malah hampir dengan darjat kenabian. Manakala kedudukan orang yang berilmu pula jauh lebih tinggi daripada kedudukan orang yang beriman kerana kebiasaannya orang yang berilmu inilah yang akan beriman dan patuh serta taat kepada perintah Allah swt. Oleh yang demikian marilah sahabat-sahabat semua, jadikanlah diri kita sebagai seorang yang mempunyai ilmu dan pengetahuan serta beriman kepada Allah swt.
Wahai sahabat sekalian,
Ingatlah sesungguhnya dunia ini milik orang yang berilmu. Dunia hari ini tidak lagi mengukur kekuatan sebagai penguasa, tetapi orang yang berkuasa di dunia hari ini ialah orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi. Malah teori ini sudah lama dan ianya bermula sejak Adam as diciptakan lagi. Firman Allah swt di dalam surah Al-Baqarah ayat yang ke 30 - 33 yang bermaksud : " Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat, Sesungguhnya Aku (Allah swt) ingin menciptakan sejenis makhluk di bumi ini sebagai khalifah". Malaikat berkata : "Tidakkah kamu ingin menjadikan padanya (bumi) mereka itu akan membuat kerusakkan dan pertumpahan darah, sedangkan kami sentiasa bertasbih memuji dan menyucikan Kamu". Firman Allah swt : " sesungguhnya Aku (Allah) lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." Dan Dia ajarkan kepada Adam beberapa nama, kemudian Dia perlihatkan kepada Malaikat, sebutlah kepada Ku semua nama benda ini, jika kamu orang yang benar." Mereka (Malaikat) menjawab, maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Bijaksana." Dia (Allah swt) berfirman, "Wahai Adam, beritahulah kepada mereka nama-nama itu, setelah dia (Adam) menyebut nama-nama itu, Dia (Allah swt) berfirman : " Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahawa Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan".
Wahai sahabat sekalain,
Di sinilah bukti yang mengatakan kemulian seorang yang berilmu pengetahuan dan sesungguhnya dunia dan alam sekelilingnya adalah milik kurniaan Allah swt untuknya. Orang yang berilmu dimuliakan oleh penduduk langit dan juga penduduk bumi sepertimana ayat al-Quran tadi menjelaskan pengetahuan Adam as mengetahui lebih daripada pengetahuan para Malaikat.
Manakala di dalam surah yang lain Allah swt berfirman yang bermaksud : "Katakanlah wahai Muhammad, adakah sama orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan itu dengan orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan".
Di dalam surah an- Naml ayat yang ke 38 - 40 yang bermaksud : Dia Sualaiman berkata kepada pembesarnya "Siapakah di antara kamu yang sanggup membawa singgasananya(Singgasana Ratu Balqis) kepadaku sebelum mereka datang kepadaku untuk menyerah diri." * Ifrit dari golongan jin berkata, "Akulah yang akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu, dan sesungguhnya aku kuat melakukannya dan dapat dipercayai."* Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata,"Aku akan membawa singgasannya itu kepadamu sebelum mata kamu berkedip,"maka ketika dia (Sulaiman) berkedip, dia melihat singgasana itu terletak dihadapannya", dan dia pun berkata, "ini adalah nimat kurniaan Tuhanku, untuk menguji aku, apakah aku bersyukur atau aku kufur. Barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya dan barang siapa yang kufur, sesungguhnya Tuhan-ku maha Kaya lagi maha Mulia.
Jelaslah kepada kita bahawa sesungguhnya orang yang berilmu mampu melakukan apa sahaja dengan nikmat kurniaan Tuhan-nya. Ini dijelaskan yang mana orang yang memiliki ilmu pengetahuan daripada Kitab Allah swt mampu memindahkan istana Ratu Balqis yang terletak di Saba' iaitu di negeri Yaman, dipindahkan ke Palestin oleh orang yang ada ilmu dari kitab Allah swt iaitu kitab Taurat dan Zabur.
Wahai sahabat sekalian,
Kemukjizatan al-Quran jauh lebih hebat, namun adakah kita sebagai ummat nabi Muhammad ini mengamalkan kitab wasiat darinya untuk panduan hidup kita? Di dalamnya terdapat ilmu yang tidak terbatas dan tiada bandingnya. Oleh itu kembalilah diri kita semua ke pada wasiat nabi yang agung itu.
1. Orang Alim (berilmu) adalah lampu Allah di bumi. Maka, barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, dia akan memperoleh cahaya (ilmu) itu.
2. Orang alim lebih utama daripada orang yang berpuasa, mengerjakan shalat malam (tahajud), dan yang berjihad di jalan Allah. Jika seorang alim meninggal dunia, maka terjadi lubang dalam Islam yang tidak tertutupi sehingga datang orang alim lain yang datang menggantikannya.
3. Orang alim adalah yang mengetahui kemampuan dirinya, sementara seseorang dikatakan bodoh jika dia tidak mengetahui kemampuan dirinya.
4. Orang alim adalah yang mengetahui bahwa apa yang diketahuinya, jika dibandingkan dengan apa yang tidak diketahuinya, sangatlah sedikit. Maka, karena itulah dia menganggap dirinya bodoh, sehingga bertambahlah kesungguhannya mencari ilmu untuk menambah apa yang diketahuinya.
5. Kesalahan yang dilakukan seorang alim seperti kapal yang karam, maka ia tenggelam dan tenggelam pula bersamanya banyak orang.
6. Ketahuilah ! Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang memelihara ilmu-Nya, menjaga yang dijaga-Nya dan memancarkan mata-air ilmu-Nya, saling bertemu dengan kecintaan, minum bersama dengan gelas pemikiran, dan pergi dengan meninggalkan bau harum. Mereka tidak dicampuri oleh keraguan, dan tidak pula mereka bersegera dalam mengumpat. Berdasarkan hal itulah, mereka mengukuhkan pembawaan dan akhlak mereka, saling mencintai dan saling berhubungan di antara sesama mereka.
Ilmu Yang Fardu Kifayah dan Yang Haram di Pelajari
Adapun mempelajari ilmu yang keperluannya hanya dalam waktu-waktu tertentu , hukumnya adalah fardu kifayah . berarti bila dalam suatu daerah telah terdapat orang yang ,mengetahuinya, maka cukuplah bagi orang lain, tetapi kalau sama sekali tidak ada, maka seluruh penduduk daerah menanggung dosanya .
Ada dikatakan orang :
“ mengetahui ilmu yang diperlukan setiap orang pada setiap saat adalah ibarat makan (dalam arti diperlukan setiap orang disetiap saatnya) dimana wajib atas setiap orang, sedang yang diperlukan dalam waktu-waktu tertentu saja, adalah bagaikan obat dimana diperlukannya pada masa-masa tertentu belaka”.
Ilmu kedokteran itu menjadi salah satu sarana penyebab terwujudnya kesehatan . karena itu boleh dipelajari sebagaimana penyebab-penyebab yang lain. Disamping itu, Nabi SAW sendiri pun pernah berobat hikayat Asy-Syafi’iy pernah berkata:
“ Ilmu itu ada dua macam yaitu ilmu fiqihuntuk kehidupan agama dan ilmu kedokteran untuk kehidupan kesehatan badan , sedang selain itu merupakan pelengkap majelis jua”

Keutamaan Ilmu
Keutamaan-keutamaan Ilmu:
1. Ilmu adalah pusaka para nabi,
2. pemilik ilmu temannya banyak,
3. ilmu semakin diamalkan semakin bertambah,
4. pemilik ilmu dipanggil dengan nama keagungan dan kemuliaan,
5. ilmu tidak akan berkarat dan tidak rusak karena umur,
6. ilmu bisa menerangi hati.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Bahkan Allah sendiri lewat Al Qur’an meninggikan orang-orang yang berilmu dibanding orang-orang awam beberapa derajat. “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad.(Al Mujadilah: 11)
Pada surat Ali ‘Imran: 18 Allah SWT bahkan memulai dengan diri-Nya, lalu dengan malaikat-Nya, dan kemudian dengan orang-orang yang berilmu. Jelas kalau Allah menghargai orang-orang yang berilmu. “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)” (Ali Imran:18)
Allah juga menyatakan bahwa hanya dengan ilmu orang bisa memahami perumpamaan yang diberikan Allah untuk manusia. “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (Al ‘Ankabut:43). Tuhan juga menegaskan hanya dengan ilmulah orang bisa mendapat petunjuk Al Qur’an. “Sebenarnya, Al Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (Al Ankabut:49)
Nabi Muhammad SAW juga sangat menghargai orang yang berilmu. “Ulama adalah pewaris para Nabi” Begitu sabdanya seperti yang dimuat di HR. Abu Dawud. Bahkan Nabi tidak tanggung-tanggung lebih menghargai seorang ilmuwan daripada satu kabilah. “Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada matinya seorang ‘alim.” (HR Thabrani) . Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu-waktu bisa tersesat karena kurangnya ilmu.
“Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti keutamaan diriku atas orang yang paling rendah dari sahabatku.” (HR Tirmidzi)”.
Nabi Muhammad mewajibkan ummatnya untuk menuntut ilmu. “Menuntut ilmu wajib bagi muslimin dan muslimah” begitu sabdanya. “Tuntutlah ilmu dari sejak lahir hingga sampai ke liang lahat.”
Jelas Islam menghargai ilmu pengetahuan dan mewajibkan seluruh umat Islam untuk mempelajarinya. Karena itu pendapat mayoritas umat Islam (terutama di pedesaan) yang menganggap bahwa perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, soalnya nanti tinggalnya juga di dapur jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Selain itu Nabi juga menyuruh agar umat Islam menuntut ilmu berkelanjutan hingga ajalnya. Karena itu seorang muslim haruslah berusaha belajar setinggi-tingginya. Jangan sampai kalah dengan orang kafir. Ummat Islam jangan cuma mencukupkan belajar sampai SMA saja, tapi berusahalah hingga Sarjana, Master, bahkan Doktor jika mampu. Jika ada yang tak mampu secara financial, adalah kewajiban kita yang berkecukupan untuk membantunya jika dia ternyata adalah orang yang berbakat.
Sekarang ini, tingkat pengetahuan ummat Islam malah kalah dibandingkan dengan orang-orang kafir. Ternyata justru orang-orang kafir itulah yang mengamalkan ajaran Islam seperti kewajiban menuntut Ilmu setinggi-tingginya. Jarang kita menemukan ilmuwan di antara ummat Islam. Sebaliknya, tingkat buta huruf sangat tinggi di negara-negara Islam. Hal itu jelas menunjukkan bahwa kemunduran ummat Islam bukan karena ajaran Islam, tapi karena ulah ummat Islam sendiri yang tidak mengamalkan perintah agamanya. Ayat pertama dalam Islam adalah “Iqra!” Bacalah! Di situ Allah memperintahkan ummat Islam untuk membaca, tapi ternyata tingkat buta huruf justru paling tinggi di negara-negara Islam. Ini karena kita tidak konsekuen dengan ajaran Islam. Nabi juga mengatakan, bahwa ilmu yang bermanfaat akan mendapat pahala dari Allah SWT, dan pahalanya berlangsung terus-menerus selama masyarakat menerima manfaat dari ilmunya..
“Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga, yaitu ilmu yang bermanfaat, Amal Jariah, dan Anak sholeh.”(HR Muslim)
Pada awal masa Islam, ummat Islam melaksanakan ajaran tersebut dengan sungguh-sungguh, mereka giat menuntut ilmu. Hadits-hadits seperti “Siapa yang meninggalkan kampung halamannya untuk mencari pengetahuan, ia berada di jalan Allah”, “Tinta seorang ulama adalah lebih suci daripada darah seorang syahid (martir)”, memberikan motivasi yang kuat untuk belajar. Tapi itu sekarang tinggal sejarah. Ummat Islam sekarang tidak lagi menghargai ilmu pengetahuan tak heran jika mereka jadi bangsa yang terbelakang. Hanya dengan menghidupkan ajaran Islam-lah kita bisa maju lagi. Ummat Islam harus kembali giat menuntut ilmu. Menurut Al Ghazali, sesungguhnya menuntut ilmu itu ada yang fardu ‘ain (wajib bagi setiap Muslim) ada juga yang fardu kifayah (paling tidak ada segolongan ummat Islam yang mempelajarinya.
Ilmu agama tentang mana yang wajib dan mana yang halal seperti cara shalat yang benar itu adalah wajib bagi setiap muslim. Jangan sampai ada seorang ahli Matematika, tapi cara shalat ataupun mengaji dia tidak tahu. Jadi ilmu agama yang pokok agar setiap muslim bisa mengerjakan 5 rukun Islam dan menghayati 6 rukun Iman serta mengetahui kewajiban dan larangan Allah harus dipelajari oleh setiap muslim.
Adapun ilmu yang memberikan manfaat bagi ummat Islam seperti kedokteran yang mampu menyelamatkan jiwa manusia, ataupun ilmu teknologi persenjataan seperti pembuatan tank dan pesawat tempur agar ummat Islam bisa mempertahankan diri dari serangan musuh adalah fardu kifayah. Paling tidak ada segolongan muslim yang menguasainya.
 Hukum Menuntut Ilmu
Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadist, maka terdapatlah beberapa suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan menanya, melihat atau mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadist Nabi Muhammad saw :
Artinya : "Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan". (HR. Ibn Abdulbari).
Dari hadist ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dangan 'aqaid dan ibadat, baik yang berhubungan dengan soal-soal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad saw.bersabda:
Artinya : "Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya ; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) diakhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barang siapa yang meginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR.Bukhari dan Muslim).
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna untuk menuntut kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiap-tiap muslim jangan picik dan agar setiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diridhai Allah swt.
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam”
(Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)
Oleh karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa 'arab, ilmu sains seperti perubatan, kejuruteraan, ilmu perundangan dan sebagainya adalah termasuk dalam ilmu yg tidak diwajibkan untuk dituntuti tetapi tidaklah dikatakan tidak perlu, karena ia adalah daripada ilmu fardhu kifayah. Begitu juga dengan ilmu berkaitan dengan tarekat ia adalah sunat dipelajari tetapi perlu difahami bahwa yang paling utama ialah mempelajari ilmu fardhu 'ain terlebih dahulu. Tidak mempelajari ilmu fardhu 'ain adalah suatu dosa karena ia adalah perkara yg wajib bagi kita untuk dilaksanakan dan mempelajari ilmu selainnya tiadalah menjadi dosa jika tidak dituntuti, walau bagaimanapun mempelajarinya amat digalakkan Ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara'. Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah. Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Ilmu yang wajib 'ain dipelajari oleh mukallaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan 'aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, dan yang perlu di ketahui untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Menuntut Ilmu Sebagai Ibadah
Dilihat dari segi ibadah, sungguh menuntut ilmu itu sangat tinggi nilai dan pahalanya, Nabi Muhammad SAW bersabda ;
Artinya : "Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah (Al-Quran), maka pahalanya lebih baik daripada ibadat satu tahun".
Mengapa menuntut ilmu itu sangat tinggi nilainya dilihat dari segi ibadah? Karena amal ibadah yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan sia-sialah amalnya.
Syaikh Ibnu Ruslan dalam hal ini menyatakan :
Artinya : "Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadat) tanpa ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima".
Keutamaan orang berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya.
Mereka digelari sebagai "al-Raasikhun fil Ilm" (Al Imran : 7), "Ulul al-Ilmi" (Al Imran : 18), "Ulul al-Bab" (Al Imran : 190), "al-Basir" dan "as-Sami' " (Hud : 24), "al-A'limun" (al-A'nkabut : 43), "al-Ulama" (Fatir : 28), "al-Ahya' " (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelaran mulia lain.
Daya usaha untuk memperoleh ilmu melalui berbagai sumber dan panca indera yang dikaruniakan Allah SWT membimbing seseorang ke arah mengenal dan mengakui ketauhidan Rabbul Jalil.
Ini memberi satu isyarat dan petunjuk yang penting bahwa ilmu mempunyai keterkaitan yang amat erat dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki ilmu sepatutnya mengenal dan mengakui keesaan Allah SWT dan keagungan-Nya. Hasilnya, orang yang berilmu akan tunduk, kerdil, dan hina berhadapan dengan kekuasaan dan keagungan Allah SWT.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir membuat suatu rumusan yang menarik bahwa apabila Allah SWT menyandingkan "diri-Nya" dengan para malaikat dan orang yang berilmu tentang penyaksian "keesaan Allah SWT dan kemutlakan-Nya sebagai Tuhan yang layak disembah", hal tersebut adalah suatu penghormatan agung secara khusus kepada orang-orang yang berilmu yang sentiasa bergerak di atas rel kebenaran dan menjunjung tinggi prinsip ini serta berpegang teguh dengannya dalam semua keadaan dan suasana.
Rekaman penghormatan ini kekal sebagaimana kekalnya kitab wahyu ini sebagai peringatan kepada golongan berilmu bahwa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Mereka memikul amanah Allah SWT karena mereka adalah pewaris para nabi.
Sifat ikhlas, berani, dan tegas serta senantiasa istiqamah akan selalu ada dalam diri orang yang berilmu. Mereka tidak mengharapkan ganjaran, sanjungan, dan pujian dari manusia. Keikhlasan mereka adalah hasil daripada ramuan kecintaan dan keyakinan kepada prinsip kebenaran yang menjadi tonggak pegangan mereka.
Orang yang berilmu amat menjunjung tinggi prinsip kebenaran. Mereka tidak menafikan kebenaran dari pihak lain dan tidak pula merasa kebenaran hanya mutlak ada pada dirinya. Berlapang dada dan merendah diri adalah akhlak murni orang yang berilmu.
Mereka tidak melihat dari siapa atau dari golongan mana kebenaran tersebut berasal. Kebenaran sejati yang menjadi pegangan mereka adalah apabila datangnya daripada nash al-Quran al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyyah.
Keberanian orang yang berilmu adalah hasil keyakinan teguh kepada
kekuatan dan kekuasaan Allah Rabbul Jalil. Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [Orang-orang yang berilmu]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Fatir: 28)
Orang-orang yang berilmu memiliki keyakinan bahwa hanya Allah yang Maha Berkuasa atas sekalian makhluk-Nya. Kehinaan di sisi manusia karena mempertahankan prinsip kebenaran dipandang lebih baik dan mulia daripada kehinaan di sisi Allah SWT karena menampik kebenaran hanya untuk menarik perhatian dan mendapatkan pujian manusia. Mereka amat yakin bahwa menyatakan kebenaran dan perkara hak adalah amanah Allah SWT dan mereka pun mengetahui resikonya amat besar.
Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (al-Baqarah: 159)
Rasulullah saw bersabda:
"Janganlah sekali-kali wibawa manusia sampai menghalangi seseorang untuk mengatakan sesuatu yang hak jika ia mengetahuinya, menyaksikannya, atau mendengarnya. Sebab tindakannya itu tidak akan mendekatkan ajal dan tidak akan menjauhkannya dari rezeki." (HR Ahmad)
Rasulullah saw juga bersabda:
"Barang siapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi berpendapat bahwa hadits ini sahih)
Orang yang berilmu mengetahui bagaimana kerusakan yang akan timbul dari amal yang tanpa ilmu, sebagaimana yang dikatakan khalifah Umar bin Abdul Aziz "Barang siapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu maka dia banyak merusak dari pada memperbaiki"
Yang menjadi panutan orang-orang berilmu adalah Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang mulia. Karena hanya dengan mengikuti jalan Rasulullah dan para sahabatlah yang akan memasukkan seorang muslim kedalam golongan yang selamat. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw:
"Semua golongan tersebut tempatnya di neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti diatasnya" (HR Tirmidzi)
Imam Bukhari dalam kitabnya "Berpegang Teguh pada Kitab dan Sunnah"
memberi judul salah satu dari sekian bab (yang artinya):
"Nabi SAW mengajarkan kepada umat-nya, baik laki-laki maupun wanita, apa yang diajarkan Allah kepadanya tanpa menggunakan pendapat atau pemisalan."
Al-Muhallab berkata ketika mengomentari bab Bukhari ini: "Maksud Bukhari bahwa seorang yang berilmu apabila dia berbicara dengan menggunakan nash, tidak perlu lagi berbicara berdasarkan pendapat dan qiyasnya (analogi). "




BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Ilmu membuat kita yakin dan mempunyai dasar yang kuat, sehingga tidak menjadi orang yang hanya ikut-ikutan. Pelajarilah suatu ilmu atau ajarkanlah suatu ilmu, agar kita tidak celaka. Waktu terus berputar, jika kita tidak menambah ilmu kita maka kita akan celaka. Ilmu itu harus diamalkan, tentunya, pilih ilmu yang bermanfaat saja. Ilmu yang tidak diamalkan dapat hilang/terlupa, tidak ada manfaatnya bagi kita/oran lain, sebaliknya ilmu yang diamalkan akan kita ingat dan bermanfaat bagi diri kita dan orang lain. Selain itu, ilmu yang bermanfaat dapat menjadi pahala yang tidak terputus bagi orang yang mengerjakan ilmu tersebut walaupun orang itu sudah meninggal. Ditambah lagi jika ilmu yang diajarkan itu baik dan diikuti oleh orang lain, maka ganjaran orang yang mengajar ilmu tersebut akan berlipat ganda.
B.SARAN
Semoga makalah ini bermanfaat untuk teman sekalian, makalah ini dibuat agar kita tahu bagaimana kedudukan orang berilmu dan menuntut ilmu, oleh karena itu tetap berusaha menuntut ilmu dengan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya ilmu, agar kita bisa menjadi orang yang derajatnya sangat tinggi dihadapan Allah SWT dan mengamalkan ilmu kita seluas-luasnya.
Demikian yang saya sampaikan dalam makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua,bila ada kesalahan saya mohon maaf  yang sebesar-besarnya karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah SWT.




post by : Yanuari Maesa Damayanti
               UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK



Tidak ada komentar: