Syariat Islam (Arab: شريعة إسلامية Syariat Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Al-Qur'an
Al-Qur'an
sebagai kitab
suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir
zaman.[1]
Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al Qur'an disebut juga sebagai sumber
pertama atau asas pertama syara'.
Al
Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci
lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an
dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang
isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
Al-Hadist
Hadits terbagi
dalam beberapa derajat keasliannya, diantaranya adalah:
- Shaheh
- Hasan
- Dhaif (lemah)
- Maudu' (palsu)
Hadits
yang dijadikan acuan hanya hadits dengan derajat shaheh dan hasan,
kemudian hadits dhaif dan maudu wajib ditinggalkan oleh umat
Muslim.
Perbedaan
al-qur'an dan al-Hadist adalah al-qur'an, merupakan kitab suci yang berisikan
kebenaran, hukum hukum dan firman Allah, yang kemudian dibukukan menjadi satu
bundel, untuk seluruh umat manusia. Sedangkan al-hadist, merupakan kumpulan
yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al Qur'an berisikan aturan
pelaksanaan, tata cara akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Rasulullah.
Walaupun ada beberapa pertentangan di dalamnya tapi merupakan kebenaran yang
hanya orang orang yang diberikan izin oleh Allah untuk bisa memahaminya dan
semua ini atas kehendak Allah.
Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha
para ulama, untuk
menetapkan sesuatu putusan hukum Islam, berdasarkan al Qur'an dan al Hadist.
Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat sehingga tidak bisa langsung
menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum. Namun, ada hal-hal ibadah
tidak bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :
- Ijma', kesepakatan para-para ulama
- Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
- Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
- 'Urf, kebiasaan
Terkait
dengan susunan tertib syariat, al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara,
maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu,
secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan
rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan
sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat al Qur'an
dalam Surat Al Maidah[2]
yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkan Allah.
Dengan
demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya
kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang
disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara
yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.
- Asas Syara'
Yaitu
perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam al Qur'an atau al Hadits.
Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana al Qur'an itu asas pertama Syara`
dan al Hadits itu asas kedua syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat
Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad hingga
akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan
darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan
umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam
keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut
tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam
memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu
berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang berlaku.
- Furu' Syara'
Yaitu
perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam al Quran dan al
Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima
sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaannya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai
perkara ijtihadiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar